Saturday, September 21, 2013

Menyongsong Penilaian Prestasi Kerja PNS dengan SKP

Penilaian kinerja (performance appraisal) pegawai atau karyawan telah dilakukan oleh berbagai organisasi sejak berabad-abad lampau. Larry D. Stout (dalam Yuwono, 2002) mengemukakan bahwa pengukuran atau penilaian kinerja organisasi merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi (mission accomplishment) melalui hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa ataupun suatu proses.
Di atas kertas, penilaian kinerja menduduki posisi yang sangat penting dalam dinamika pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi. Sebuah sistem manajemen SDM yang efektif akan menempatkan penilaian kinerja sebagai jantung dari sistem yang dibangunnya. Secara sederhana Torington (et al, 2005:p 263) menggambarkan tahapan penilaian kinerja sebagai berikut:
Gambar 1: Tahapan Penilaian Kinerja (Torington et all, 2005 : p 263)
Menurut Torington (et all, 2005:263) ada empat tahapan penilaian kinerja yang ideal, yaitu meliputi:
  1. Penentuan tujuan mengacu kepada tugas dan fungsi, serta tujuan unit kerja (organisasi).
  2. Penentuan Rencana Kinerja yang meliputi tujuan individu pengampu tugas/jabatan dan pengembangan karier yang SMART (Specific, Measurable, Appropriate, Relevant dan Timed).
  3. Pengendalian dan Pemantauan oleh atasan langsung secara berkelanjutan.
  4. Penilaian dan pemberian penghargaan (reward) yang meliputi penilaian di akhir tahun, pemberian insentif/tunjangan kinerja sesuai dengan hasil penilaian, bagi pegawai yang dianggap berhasil. Sebaliknya bisa juga terjadi penjatuhan punishment bagi pegawai yang dinilai gagal dalam mengampu tugas/jabatan.

Penilain Kinerja Pegawai Negeri Sipil di Indonesia dan Negara Tetangga

Selama ini acuan pelaksnaan penilaian kinerja PNS di Indonesia adalah PP Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pembinaan PNS, yaitu: pengangkatan, kenaikan pangkat, pengangkatan dalam jabatan, diklat, serta pemberian penghargaan. Unsur-unsur yang dinilai menurut PP tersebut adalah: kesetiaan, prestasi kerja, tanggungjawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa, dan kepemimpinan.
Namun, kenyataan empirik menunjukan bahwa proses penilaian kinerja PNS cenderung terperangkap ke dalam proses formalitas saja. DP3 PNS dirasa telah kehilangan makna substantif, tidak terkait langsung dengan ranah hard competence. DP3 PNS secara subtantif tidak dapat digunakan sebagai penilaian sekaligus pengukuran seberapa besar produktivitas PNS dan kontribusinya terhadap organisasi. DP3 juga tidak dapat mengukur seberapa besar keberhasilan dan atau kegagalan PNS dalam melaksanakan pekerjaannya.
Sebagai wacana benchmarking penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil, bolehlah meninjau sekelumit sistem penilaian kinerja pegawai di negara tetangga seperti Singapura, Thailand, dan Filipina, dapat digambarkan oleh para ahli di antaranya Vallence 1999 menjelaskan metode penilaian kinerja di Singapura, Thailand dan Filipina (Taufiq, tanpa tahun).  Singapura yang dikenal sebagai The Real Fine Country melaksanakan penilaian kinerja dengan mengadopsi metode Potential Appraisal System (PAS), kriteria yang digunakan Singapura adalah (1) Helicopter Quality yaitu kemampuan seorang pegawai untuk menganalisa masalah dalam menentukan faktor penting; (2) Intelectual Qualities yaitu daya analisis, imajinasi dan sikap relaistis; (3) results orientation yaitu berorientasi kepada hasil. (4) leadership quality yaitu kompetensi dalam memotivasi, delegasi dan berkomunikasi.

Di Thailand, kriteria yang digunakan dalam penilaian kinerja pegawai negeri sipil adalah output pekerjaan dalam hal kualitas, kuantitas dan aplikasi output, kemampuan untuk mengelola dan melakukan pekerjaannya dalam hal perencanaan dan pelaksanaan, kemampuan untuk mengarahkan dan membuat keputusan, pengendalian, koordinasi dengan organisasi lain, memecahkan masalah dan menyelesaikan konflik dan membantu ketercapaian tujuan-tujuan organisasi, kemampuan untuk meningkatkan kerja dan pelayanan, menelorkan ide-ide baru dan solusi mengidentifikasi/menangani masalah dan bekerja secara efektif dan efisien.

Di Filipina, kriteria yang digunakan dalam penilaian kinerja pegawai negeri setempat adalah: manajemen kerja, manajemen orang, manajemen sumber daya, manajemen hubungan, pengelolaan kendala dan inovasi. Unsur-unsur yang dinilai adalah kesetiaan, prestasi kerja, kejujuran, kedisiplinan, kreativitas, kerjasama, kepemimpinan, kepribadian, prakarsa, kecakapan, dan tanggung jawab (Hasibuan, 2009).
Dari benchmarking di atas, juga berdasarkan teori Torington (et all), ternyata sistem penilaian kinerja dengan DP3 tidak memenuhi sebagai suatu instrumen penilaian yang ideal. Parameter yang digunakan dalam DP3 tidak jelas, dikarenakan orientasi penilaian lebih ditekankan pada aspek kepribadian/perilaku tanpa menyentuh domain kinerja, dan penilaian tidak mengedepankan aspek komunikasi sehingga bawahan tidak mengetahui standar kinerja yang diharapkan. Ini merupakan beberapa penyebab penilaian prestasi kerja PNS melalui DP3 cenderung bersifat subjektif dan mengakibatkan bias penilaian (hallo effect). Oleh karena itu dalam rangka reformasi birokrasi, secara makro pemerintah telah mengeluarkan penyempurna PP No 10 Tahun 1979 dan menggantinya dengan PP No. 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS dengan Sasaran Kerja Pegawai (SKP).

Sasaran Kerja Pegawai (SKP)

Menurut PP No. 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS, yang dimaksud dengan Sasaran Kerja Pegawai (SKP), adalah rencana dan target kinerja yang akan dicapai oleh seorang PNS. SKP disusun dengan mengacu kepada Rencana Kinerja Tahunan (RKT) unit kerja/visi organisasi yang termuat dalam rencana strategis. SKP disusun dengan memuat kegiatan tugas jabatan dan target yang harus dicapai dalam kurun waktu penilaian yang bersifat nyata dan measurable. Setiap kegiatan tugas jabatan yang akan dilakukan harus didasarkan pada tugas dan fungsi, wewenang tanggung jawab, dan uraian tugasnya yang secara umum telah ditetapkan dalam struktur organisasi dan tata kerja (SoTK). 

Ditegaskan dalam PP No. 46 Tahun 2011 bahwa setiap PNS diwajibkan menyusun SKP. PNS yang diangkat menjadi Pejabat Negara/pimpinan/anggota lembaga nonstruktural dan diberhentikan dari jabatan organiknya, Cuti Diluar Tanggungan Negara, MPP, diberhentikan sementara dari jabatan PNS, tugas belajar dan diperbantukan/dipekerjakan pada negara sahabat, lembaga internasional, organisasi profesi, dan organisasi swasta yang ditentukan oleh pemerintah, kepada mereka dikecualikan dari kewajiban. Ancaman bagi pegawai yang tidak menyusun maupun melaksanakan penilaian SKP bawahannya adalah sanksi atau hukuman disiplin sesuai PP No. 53 Tahun 2010 tentang Hukuman Disiplin Pegawai.

Penilaian Prestasi Kerja Dengan SKP
Penilaian prestasi kerja dengan SKP terdiri dari dua unsur yaitu Sasaran Kerja Pegawai (SKP) dan perilaku kerja dimana bobot nilai unsur SKP sebesar 60% dan perilaku kerja sebesar 40%. Penilaian SKP meliputi aspek-aspek seperti kuantitas, kualitas, waktu, dan biayasesuai dengan karakteristik, sifat dan jenis kegiatan pada masing-masing unit kerja. Sedangkan penilaian perilaku kerja meliputi aspek-aspek orientasi pelayanan, integritas, komitmen, disiplin, kerjasama, dan kepemimpinan
Penilaian SKP dilakukan dengan menghitung tingkat capaian SKP dengan cara membandingkan antara realisasi dan target yang telah ditetapkan di awal tahun untuk setiap pelaksanaan kegiatan tugas jabatan, yang diukur dengan 4 (empat) aspek yaitu aspek kuantitas, kualitas, waktu, dan biaya. Sedangkan nilai capaian SKP dinyatakan dengan angka dan sebutan, mulai dari ≤ 50 sampai dengan ≥ 91 atau dengan sebutan buruk sampai dengan sangat baik.
Gambar 2: Contoh Penilaian Capaian SKP 


Daftar Bacaan:
Analoui, F. (2007) Strategic Human Resource Management. London: Thomson Learning.
Hasibuan, H. Malayu S.P. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi, Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Karwono, 2008. Pengembangan Kapasitas Berkelanjutan untuk Desentralisasi, tersedia pada: http://karwono.wordpress.com/2008/08/28/pengembangan-kapasitas-berkelanjutan-untuk-desentralisasi, diakses pada 13 September 2013.
Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2011, tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS
Peraturan Kepala BKN No 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No 46 tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS.Jakarta: BKN RI
Yuwono, Sony, dkk., 2002, Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced Scorecard Menuju Organisasi yang Berfokus pada Strategi, Jakata: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Taufiq, Rohmat, tt. Rancang Bangun Sistem Pendukung Keputusan Penilaian Kinerja Karyawan Menggunakan  Metode Analytical Hierarchi Process (AHP), tersedia pada: http://eprints.undip.ac.id/26475/1/rohmat_taufiq_msi.pdf, diakses pada 13 September 2013.
Torington, Derek, Laura Hall, Stephen Taylor, 2005. Human Resource Management, 6thEdition, London: FT - Prentice Hall

0 komentar:

Post a Comment

Tulisan-tulisan di blog ini sangat mencerminkan betapa saya masih miskin akan pengetahuan, oleh karena itu masukan dan komentar pembaca merupakan penghormatan bagi saya untuk menulis artikel yang lebih baik lagi terutama dalam hal teknik maupun subtansi tulisan. Penghargaan dan pernyataan terima kasih saya sampaikan kepada pembaca yang telah berkunjung dan menyampaikan harapan-harapan maupun masukan kepada blog ini. Salam saya: Gus Priyono